Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Hinakan Diri, Untuk Menghargai

“Apa sebenarnya kemuliaan itu?” salah seorang kawannya menjawab, “ Inna akramakum ‘indallahi atqaakum , sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling taqwa diantara kalian”.   “Jadi sama sekali tak ada gunanya yang namanya banyaknya harta dan tingginya pangkat itu?” “Memang tak ada gunanya jika itu semua tidak disandarkan pada tujuan karena Allah. Semua akan dapat diterima sebagai amalan baik dan akan tercatat sebagai pahala jika diawalai atau dilaksanakan dengan sebuah harapan, mengharap keridhaan Allah.” “Bukankah kita beribadah itu karena kita mengharapkan syurga dan terjauh dari neraka?” “Bagi manusia yang sebegitu kecil dihadapan Allah, rasanya tidak pantas kita mengharap itu semua kepada Allah. Hanya ridho Allahlah yang akan mendatangkan kebaikan bagi kita didunia dan di akhirat kelak.” “Jika kita telah mendapat ridha Allah apakah kita akan menjadi manusia yang mulia?” “Kemuliaan hanyalah disisi Allah dan jika kita patuh pada perintah-pe

Dari Jogja Hingga Jogja

Tiba-tiba ada energi yang mengajakku untuk kembali melihat kampung kelahiran. Seorang kawan mengatakan kepadaku bahwa aku diminta untuk menjadi moderator dalam acara seminar pendidikan. Aku berfikir sejenak. Pertimbanganku yang pertama adalah bahwa aku harus bolos kuliah lagi. Yang kedua, baru saja seminggu lalu aku pulang ke rumah. Ketiga, ongkos yang harus aku keluarkan untuk transportasi tidaklah sedikit. Kalau ongkos itu digunakan untuk hidup di jogja mungkin cukuplah kalau sekedar makan satu minggu. Tapi ada energi yang mendorongku untuk meng-iyakan tawaran kawanku itu. Seminar itu adalah dalam rangka Musyawarah Daerah IRM, organisasi yang menghantarkan aku pada sebuah proses yang amat berpengaruh dalam kehidupanku. IRM adalah awal prosesku mengenal kebijaksanaan agama dan kemesraan sebuah perjuangan. Seminar itu diadakan sabtu pagi sehingga aku harus pulang paling tidak jum’at sore. Kawanku yang memintaku menjadi moderator itu mengatakan bahwa dia harus membawa barang-barang

Mutiara di Dasar Hati

Dunia kampus akan terasa lebih gurih ketika di kasih bumbu organisasi. Entah organisasi apapun, kader atau professional. Organisasi kader maksudnya adalah organsiasi yang orientasi kerjanya memang kaderasisasi. Biasanya organisasi ini bermuatan idiologis atau pemahaman suatu kelompok tertentu. Organisasi professional beda lagi. Dia biasanya hanya berorientasi pada program kerja. Ukuran keberhasilan dua model organisasi itu pun berbeda. Kalau organisasi kader ukuran keberhasilannya ya seberapa banyak kader dan seberapa militant kader yang berhasil “diracuni” sehingga para kader tersebut mempunyai keberpihakan terhadap kelompok. Kalau ukuran keberhasilan organisasi professional ya apakah program kerja yang dirancang itu terlaksna atau tidak. Sejak awal masuk dunia kampus, sebenarnya aku telah melihat beberapa organsiasi yang nantinya aku masuki. Mulai dari organisasi jurusan sampai tingkatan Universitas aku jajaki, tentunya hanya sebatas meneropong dari kejauhan. Aku aktif dalam b

Normal dan Tak Normal

Kasih sayang, cinta, kekerasan, dominasi, adalah anak dari kebudayaan dan bukan sesuatu yang turun secara tiba-tiba dari langit. Model berfikir manusia yang beraneka macam telah menjadikan budaya menjadi amat dinamis hingga terkadang gradasi pergeseran budaya pun tidak kita mengerti dan tidak pula kita sadari. Inilah sebabnya harus ada sesuatu yang menjadi parameter untuk menilai apakah budaya tersebut adalah sesuatu yang ‘baik’ ataukah tidak. Kelompok masyarakat seperti halnya individu, ia mempunyai tindakan yang berulangkali dilakukan yang akhirnya menjadi kebiasaan kelompok. Kebiasaan jika itu terus menerus ada dalam komunitas maka itulah karakter kelompok. Karakter kelompok dalam satu potongan waktu sangatlah beragam apalagi karakter kelompok dalam potongan waktu yang berbeda. kelompok berkarakter ‘keras’ suatu saat bisa berubah menjadi kelompom berkarakter ‘cinta damai’. Semua bergantung pada proses dialektika yang terjadi dalam kelompok tersebut. Demikianlah dinamika social

Kuterima HadiahMu, Tuhan

Famelia Putri, adalah nama yang melekat pada diri seorang gadis imut, mempunyai posisi tulang muka yang tepat, dibalut kulit bersih dan halus, hingga orang-orang menyebutnya si imut nan cantik. Memang cantik. Apalagi usia Melia, demikian teman-temanya memanggil, baru saja beranjak remaja alias baru lulus Sekolah Dasar dan akan segera melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama. Melia menjumpai alam yang sama sekali baru. Teman-teman yang baru, guru-guru yang baru, dan model pergaulan yang baru pula. Pada masa transisi seperti ini sangat wajar ketika terjadi proses adaptasi. Bukan saja adaptasi secara lingkungan akan tetapi juga adaptasi secara psikologis. Ketika jam berangkat sekolah, wajah imutnya makin menggemaskan dengan tingkah polah yang berusaha meniru gaya-gaya orang dewasa. Nampak lucu, tapi kelucuannya itu justru membuat siapapun yang melihatnya menjadi tertarik untuk menyapa atau meledeknya. Tentu bukan apa-apa, sekedar ingin melihat bibir ’manyun’ dan kata-kata manja keluar

Sang Pemberani!

Muhammad Iqbal pernah menulis sebuah puisi, Terkadang jerami-jerami menjadi tabir mataku  Dan dengan satu pandangan, aku melihat dua dunia Lembah CintaNya adalah jalan yang panjang nan jauh  Perjalanan beratus tahun tertutup keluh kesah Tetaplah dalam pencarianmu, dan jangan pergi dari harapan, ada sesuatu yang berharga disana, dan suatu saat barangkali kau akan menemukannya Kali ini aku benar-benar merasakan makna dari bait syair yang ditulis Iqbal 20 tahun lalu. Model-model kehidupan yang ada sekarang ini agaknya telah menjadi jerami-jerami yang seringkali menutupi pandanganku, hingga aku tidak bisa memilih model kehidupan yang semestinya dijalani. Tapi aku bersyukur karena aku bisa melihat gambaran dua dunia, dunia ilusi yang sepertinya sangat menyenangkan tapi sesungguhnya hanya jerami-jerami yang tak berharga dan dunia nyata yang berada pada lembah CintaNya . Setidaknya aku sedikit mengerti, dunia mana yang seharusnya aku jalani walaupun sungguh berat unt

Kehidupan dan kematian, kau sendiri yang menentukan setelah Tuhan

Kehidupan dan kematian. Keuntungan dan kerugian. kau sendiri yang menentukan sesudah Tuhan. Dengan kata lain, kita sendirilah yang menentukan kehidupan dan kematian kita. Keuntungan dan kerugian kita. Atau bahkan dengan ungkapan yang lebih ekstim, kita sendirilah yang menentukan takdir kita. Kebenaran hanya di sisi Tuhanmu. Tapi ini masuk dalam nalar sadarku, aku belum mendapatkan alur nalar lain yang sejalan dengan diriku. Bagiku memang seperti itu, kitalah yang menentukan takdir kita setelah Tuhan. Artinya, Tuhan yang menentukan aturan main dan manusia beserta alam semesta yang menjalankan aturan main itu. Mau menang atau kalah ya tergantung bagaimana manusia memilih tindakannya. Aturan itu adalah hukum sebab akibat yang tidak bisa dielakkan oleh makhluk dari jenis apapun. Setiap makhluk berada dalam aturan kausalitas itu, tidak bisa tidak. Kalau kita terjun dari atas gedung dengan tubuh apa adanya pasti akan jatuh ke tanah. Itu aturan Tuhan yang di ilmui oleh manusia menja

Cakrawala diatas Samudera

Telah bertahta rembulan dalam dirimu yang siap memantulkan cahaya keseluruh ruang dalam batinmu, dalam pikiranmu, dalam kehidupanmu. Telah menggenang air dalam jiwamu yang memurnikan, membeningkan, dan menghidupkan. Telah mengalir dalam pikiranmu arus yang menggerakkan, membangkitkan, bahkan meluluhlantakkan. Hatimu adalah samudera yang bisa menampung berjuta kasih, pikiranmu adalah cakrawala yang didalamnya bertahta bintang-bintang yang mencerahkan kehidupan. Kita adalah bumi yang subur yang padanya bermukim berbagai-bagai kehidupan. Kita bisa menghadirkan kembali suasana kebahagiaan yang pernah terjadi dalam potongan waktu yang telah berlalu. Kita bisa menghadirkan kehidupan kekanak-kanakan kita dalam ruang batin dan pikiran, padahal sesungguhnya itu adalah kejadian dalam garis peristiwa yang telah jauh kita tinggalkan. Kita bisa merasakan dengan segera, ketika berjumpa pada kejadian-kejadian yang menyentuh titik simpul spriritualitas dalam batin kita. Kita bisa turut merasakan k

Filosofi Anak Panah

Gambar
Dalam filosofi anak panah, sains dan teknologi saya ibaratkan seperti mata panah. Penguasaan terhadap aspek ini adalah semacam daya serang. Sejarah juga sudah membuktikan hal ini, dimana sebuah peradaban yang menguasai aspek ini maka ia akan menjadi pusat peradaban. Kejayaan peradaban Islam masa abad pertengahan juga tidak lepas dari penguasaan para ‘ulama’ terhadap ilmu pengetahuan dan teknik. Islam memiliki aspek lain selain sains dan teknologi yakni pertimbangna moralitas. Maka dalam filosofi anak panah, moralitas ini saya ibaratkan seperti ‘bulu penyeimbang’. Moralitas ini akan memberikan keseimbangan tentang arah dan gerak perkembangan sains dan teknologi sehingga ia menjadi rahmat bagi seluruh alam. Tidak hanya itu, moralitas juga akan membawa ummat manusia menjadi ummat dalam derajat yang lebih tinggi. Kepedulian social (social awareness) ibarat satu batang. Kepedulian social akan mempererat persaudaraan. Al Qur’an menggambarkan hal ini, “Sesungguhnya Allah menyukai or

Warongko anjing ning curigo, curigo manjing ning warongko

Potongan kalimat dalam judul tulisanku itu adalah potongan syair lagu yang diciptakan oleh Nono, seniman desa Wanayasa Kabupaten Banjarnegara dengan judul "Dolanan". Aku mendapatkan beberapa filosofi dari syair lagu tersebut. Warongko manjing ning curigo artinya 'diri masuk kedalam curiga'. Kalau prasangka itu masuk kedalam 'diri' itu wajar dan memang perilaku manusia sudah begitu dan sellau begitu karena manusia itu makhluk sejarah dan masa depan. Tapi kondisi semacam itu masih bisa dikendalikan karena pada kondisi tersebut 'diri' masih menjadi tuan atas prasangka. Diri masih bisa memilih, mengikuti prasangka atau mengabaikannya. Yang sudah banyak dialami manusia zaman sekarang adalah: Diri yang masuk kedalam prasangka (Warongko manjing ning curigo). Lalu prasangka menjadi penguasa atas diri manusia. Al Qur'an menggambarkan keadaan seperti ini dengan 'mempertuhan hawa nafsu'.

Sajak Luka Negeriku (Puisi Farid Surya)

Sajak Luka Negeriku Puisi-puisi Fareed Surya Dua Sudut Engkau berkata tentang kebenaran Akupun berbincang tentang kebenaran Engkau berteriak lantang tentang keadilan Akupun menyerukan suara keadilan Engkau memekikkan takbir Akupun meneriakkan takbir Lalu apa yang kita perdebatkan Apa yang kita perebutkan Allah ghayyatuna, Muhammad qudwatuna Atau jangan-jangan Tuhan kita tak sama Engkau bertuhankan posisi, aku bertuhankan oposisi Engkau bertuhankan oposisi, aku bertuhankan posisi Kita bertuhankan eksistensi Kita bernabikan politisi Kita bergaya seperti merpati yang begitu menawan hati Kita berlagak lembut seperti goyangan pucuk-pucuk padi Kita bertutur manis semanis bidadari Tapi ketika sampai pada posisi dan eksistensi Kita adalah srigala yang melolong dimalam hari Kita adalah harimau yang siap menerkam mangsa yang dicari Jogja, oktober 2006 Berjalan diatas waktu Berjalan diatas waktu Melihat senja yang perlah