Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Menyalakan Bara

Mandalakrida dibawah terik. Puasa begini, masih ada saja yang muda balapan sepeda motor. Deru mesin menyeruak lewat knalpot hingga 200 meter jauhnya. Berputar putar menguji kecepatan maksimal di tikungan, mengukur derajat kemiringan paling optimum. Warung pinggir jalan masih beberapa yang buka. Beberapa muda menyantap siomay. Matanya menyempit, agaknya bumbu kacang yang membalut gulungan daun kol cukup pedas. Tapi segelas es jeruk yang diliputi embun sepertinya telah membuat matanya kembali berbinar. Ih. Beruntunglah kalian, perempuan. Toko buku, ditengah kota. Tidak seramai dulu. Mungkin ini gara gara ulah google atau whatpad dengan buku buku gratisnya. Ah, tidak. Menyalahkan keadaan adalah sama dengan mengumpat terbitnya fajar. Tidak berguna walaupun masih tetap banyak penggemarnya. Sia sia, walaupun masih ada yang mempraktikkannya. Tapi tidak mengapa, berbuat sia sia kadang juga berguna daripada perbuatannya menghalangi orang yang sedang berkarya. Saya mencari Pram. Bung Pram. Bum

RAMADHAN DAN KEBUASAN MANUSIA

t.me/faridsurya Ketika kanjeng Nabi dihina oleh sebagian besar masyarakat kota Makah hingga dikatai gila, dilempar batu bahkan dilempar kotoran, rupanya malaikat Jibril tidak sabaran. Ia menawarkan kepada kanjeng nabi untuk menumpahkan gunung diatas kota Makah, tapi kanjeng Nabi menolak. Maka bisa dibayangkan betapa kokohnya struktur hati kanjeng Nabi untuk menahan diri dari keinginan keinginan manusiawi, yang cenderung buas. Manusia sebenarnya adalah makhluk yang diciptakan dengan potensi kebuasan paling besar diantara makhluk lain. Contohnya adalah Firaun. Ketika segala kekuasaan dan kekayaan berada ditangan maka ia menjelma menjadi makhluk paling buas, bahkan puncaknya adalah mengaku dirinya Tuhan. Ia bisa membunuh siapa saja yang ia suka, mencengkeram rakyat dibawah kebuasannya. Puasa adalah perang melawan hawa nafsu, kata Kanjeng Nabi. Lebih berat daripada perang yang sesungguhnya dengan musuh yang tampak mata. Melawan hawa nafsu adalah melawan kebuasan yang terpelih

AKBAR TANPA PERSEPSI

t.me/faridsurya Besar dan kecil yang sejak dahulu kita kenal adalah ukuran dari sebuah bentuk. Butir debu kita anggap kecil karena kita melihat gunung lebih besar. Maka ukuran terkecil dan terbesar yang mampu kita bayangkan selalu terbatas pada bentuk yang pernah kita lihat. Allahu Akbar. Allah maha besar. Besar yang tidak terbatas. Dalam merasakan makna kebesaran Allah kita masih sering menganggap bahwa Allah yang besar itu berada diluar diri kita, sebagaimana kita membayangkan bentuk yang paling besar yang mampu kita jangkau. Padahal kebesaran Allah adalah besar yang sama sekali tidak sama dengan besarnya bentuk apapun. Kebesaran Allah adalah besar yang meliputi segala sesuatu. Andaikan manusia adalah sebuah titik, maka Akbar nya Allah adalah ruang tak berbatas keatas, tak berbatas kebawah, tak pula berbatas ke kanan kiri, yang melingkupi titik. Maka Akbar yang sesungguhnya adalah akbar yang tanpa persepsi bentuk. Akbar yang tak serupa dengan bentuk apapun yang kita an