Menyalakan Bara
Mandalakrida dibawah terik. Puasa begini, masih ada saja yang muda balapan sepeda motor. Deru mesin menyeruak lewat knalpot hingga 200 meter jauhnya. Berputar putar menguji kecepatan maksimal di tikungan, mengukur derajat kemiringan paling optimum. Warung pinggir jalan masih beberapa yang buka. Beberapa muda menyantap siomay. Matanya menyempit, agaknya bumbu kacang yang membalut gulungan daun kol cukup pedas. Tapi segelas es jeruk yang diliputi embun sepertinya telah membuat matanya kembali berbinar. Ih. Beruntunglah kalian, perempuan. Toko buku, ditengah kota. Tidak seramai dulu. Mungkin ini gara gara ulah google atau whatpad dengan buku buku gratisnya. Ah, tidak. Menyalahkan keadaan adalah sama dengan mengumpat terbitnya fajar. Tidak berguna walaupun masih tetap banyak penggemarnya. Sia sia, walaupun masih ada yang mempraktikkannya. Tapi tidak mengapa, berbuat sia sia kadang juga berguna daripada perbuatannya menghalangi orang yang sedang berkarya. Saya mencari Pram. Bung Pram. Bum...