Ikhtiar

Selain ada gerak yang terjadi berdasarkan rangkaian perintah yang sistematis, ada juga gerak reflek yang terjadi tidak melalui perintah otak. Walaupun kedua gerak itu sama-sama terjadi atas dasar merespon rangsangan dari luar tapi ‘filsafat’-nya berbeda. Gerak pertama mengharuskan ada perintah dari otak, misalnya kalau ada nyamuk menempel di pipi maka otak akan memerintahkan tangan untuk menabok. Tanpa perintah dari otak, misalnya jika otak sedang disibukkan dengan pikiran yang sangat serius, mungkin saja seekor nyamuk akan menghisap darah hingga busung perut si nyamuk. Filsafat gerak reflek tidak begitu, ia mengharuskan ada sebuah kebiasaan yang sangat sering hingga ketika ada rangsangan yang berkaitan dengan kebiasaan itu maka otak tidak lagi memerintah agar badan memberikan rangsangan. Seorang pemain bulutangkis tidak akan bisa mengembalikan bola smash yang sangat cepat jika tidak memakai gerak reflek. Dan pemain bulu tangkis itu butuh waktu bertahun-tahun dengan intensitas yang tidak sedikit untuk membiasakan otot tangannya melakukan gerak reflek tangkisan bola smash.
Gerak reflek adalah qadariyah tubuh manusia secara keseluruhan. Tangan diberikan keleluasaan bebas untuk menentukan tindakannya sendiri tanpa perintah otak. Namun demikian bukan berarti otak tidak punya otoritas sedikitpun atas gerak reflek yang dilakukan tangan, bahkan otak sangat bisa untuk tidak memberikan ruang gerak sedikitpun bagi tangan untuk melakukan gerak reflek itu. Cukup dengan tidak memasukkan tangan dalam kebiasaan yang menimbulkan gerak reflek maka tangan tidak punya daya apa-apa untuk melakukan gerak reflek.
Gambaran ini adalah perumpamaan akan kehendak Tuhan dan Ikhtiar manusia. Ikhtiar manusia adalah gerak reflek atas kehidupan. Manusia berikhtiar menyembuhkan sakit kepala adalah dengan obat atau ramuan yang mengandung paracetamol karena paracetamol adalah reflek manusia atas sakit kepala. Kenapa? Karena sebelumnya manusia telah melakukan kebiasaan yang berulang-ulang (penelitian empiris) hingga menemukan kesimpulan bahwa paracetamol dapat menyembuhkan sakit kepala. Seorang sahabat Nabi pernah mengalami luka bacok setelah melakukan misi dari Nabi untuk membunuh seorang penghianat. Oleh Nabi luka itu cukup diludahi dan seketika itu sembuh. Beberapa kali sahabat yang lain juga diperlakukan sama dan dengan air liur nabi yang mujarab itu luka sabetan pedang itu sembuh. Apakah kemudian bisa disimpulkan lewat metode empirisme bahwa air liur dapat menyembuhkan luka bacokan? Atau setidaknya dipersempit lagi, apakah air liur Nabi bisa menyembuhkan luka bacokan? Tidak. Nabi semata-mata hanya menuruti apa perintah Tuhan untuk menyembuhkan luka sahabatnya. Bahkan hanya dengan mengusap pun Nabi bisa menyembuhkan luka. Jadi bukan ludah Nabi, bukan usapan tangan Nabi, tapi ijin Allah yang menjadikan luka itu sembuh. Menurut kebiasaan manusia paracetamol mungkin dapat menyembuhkan sakit kepala, tapi apakah Tuhan tidak memiliki otoritas untuk membikin sembuh dengan tidak menggunakan paracetamol? Sangat mungkin. Karena sesungguhnya ikhtiar manusia itu berada dalam wilayah kehendak Tuhan. Adakalanya Tuhan membiarkan manusia dengan ‘qadariyahnya’ berbuat berdasarkan hukum sebab akibat yang empiris itu, ada kalanya tidak demikian.
Menjadi manusia yang dibiarkan oleh Allah dengan kebiasaan empirisnya ataukah manusia yang berada dalam wilayah kehendak Allah adalah pilihan manusia sepenuhnya. Tidak ada dalam sejarah, manusia yang berbuat dengan hukum empirisme mutlak lalu hidupnya berada dalam kehendak Tuhan. Fir’aun dalam masa nabi Musa, abu Jahal dalam masa Nabi Muhammad adalah contohnya. Fir’aun dan abu Jahl adalah symbol manusia yang berbuat hanya dalam ikhtiar empirisnya sedangkan kanjeng nabi Musa dan Muhammad (juga Nabi-nabi lain) adalah symbol manusia yang hidupnya dalam wilayah kehendak Tuhan. Sampai-sampai ketika keinginan manusiawi yang dipunyai Nabi muncul untuk melihat pertunjukan musik maka oleh Allah ditidurkan. Kenapa sampai begitu? Sejarah telah mencatat kalau sebelum masa kerasulan, kanjeng nabi adalah manusia yang punya ikhtiar penuh mendekat pada Allah hingga hampir seluruh hidup beliau diperjalankan oleh Allah (berada dalam wilayah kehendak Allah). Maka ijinkan aku membikin definisi tentang ikhtiar : ikhtiar adalah segala usaha yang kita lakukan untuk berada dalam wilayah kehendak Tuhan.
Perang Badr, dimana 300 muslim bisa mengalahkan 1000 Quraisy, sesungguhnya merupakan kemustahilan jika ditinjau dari perhitungan manusia. Nabi memberikan optimisme kepada pejuang Muslim untuk tetap melakukan pertempuran karena Allah berjanji akan memenangkan mereka atas orang Quraisy. Tapi apakah tentara Muslim hanya berdiam diri menunggu janji pertolongan dari Allah? Hanya duduk-duduk di tenda sambil memanggang paha unta misalnya? Atau ngobrol sambil minghirup shisa dan nyruput segelas kopi? Tidak. Mereka berikhtiar, berjuang mati-matian, bertempur melawan tentara Quraisy. Ikhtiar mereka pada saat itu adalah berusaha agar mereka berada pada suatu kondisi yang sesuai (compatible) hingga Allah pantas menurunkan bala tentara dari langit untuk memenangkan tentara Muslim.
Jika memang ayat-ayat Allah tidak berhenti turun kepada manusia, maka hal serupa sangat mungkin bisa terjadi kepada kita. Tidak sekedar untuk soal mempertahankan nilai-nilai islam, bahkan untuk soal rezeki atau urusan yang lain-lain pun demikian. Artinya, ikhtiar manusia untuk urusan dunia ini (sebagai jembatan ke akhirat) adalah memposisikan diri hingga hidup kita pantas diperjalankan oleh Allah.  Wallahua’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Anak Panah

Warongko anjing ning curigo, curigo manjing ning warongko

Pesonamu