Kehidupan dan kematian, kau sendiri yang menentukan setelah Tuhan
Kehidupan dan kematian. Keuntungan dan kerugian. kau
sendiri yang menentukan sesudah Tuhan. Dengan kata lain, kita sendirilah yang menentukan
kehidupan dan kematian kita. Keuntungan dan kerugian kita. Atau bahkan dengan
ungkapan yang lebih ekstim, kita sendirilah yang menentukan takdir kita.
Kebenaran hanya di sisi Tuhanmu.
Tapi ini masuk dalam nalar sadarku, aku belum
mendapatkan alur nalar lain yang sejalan dengan diriku. Bagiku memang seperti
itu, kitalah yang menentukan takdir kita setelah Tuhan. Artinya, Tuhan yang
menentukan aturan main dan manusia beserta alam semesta yang menjalankan aturan
main itu. Mau menang atau kalah ya tergantung bagaimana manusia memilih
tindakannya.
Aturan itu adalah hukum sebab akibat yang tidak
bisa dielakkan oleh makhluk dari jenis apapun. Setiap makhluk berada dalam
aturan kausalitas itu, tidak bisa tidak. Kalau kita terjun dari atas gedung
dengan tubuh apa adanya pasti akan jatuh ke tanah. Itu aturan Tuhan yang di
ilmui oleh manusia menjadi hukum grafitasi.
Aturan itu tak terbatas pada Fisika semata, dalam
seni pun demikian. Orang akan cenderung merasa suka dengan rangkaian bunyi yang
tertata harmonis. Merasa tertarik dengan tatanan bentuk yang terangkai dengan
pola tertentu, dengan gerak yang berpadu dengan irama tertentu. Aturan itu
berlaku pada interaksi manusia dengan manusia lain, dengan alam, dengan
pikiran, dengan papun.
Pada gilirannya kita pun bisa mengatakan kalau
kaya dan miskin, manusia jugalah yang menentukan setelah Tuhan menentukan
aturanya yang kemudian diilmui oleh manusia menjadi hukum-hukum ekonomi. Sampai
titik ini aku menjadi sangat kapitalis dan sangat liberal. Orang yang tidak
berilmu dan tidak pula bermodal maka selamanya akan kalah dengan orang yang
punya modal dan berilmu. Orang yang bermodal menjadi orang kelas majikan, orang
bodoh dan tidak bermodal menjadi kelas jongos.
Lalu aku bertanya pada siapapun, apakah Tuhan
masih turut campur dalam akibat yang dialami manusia setelah manusia memilih
serentetan sebab? Gampangnya begini, jika kita memilih sebab untuk melompat
dari atas gedung, apakah Tuhan masih turut campur untuk menentukan akibat,
apakah kita akan jatuh ke tanah ataukah terbang ke langit? Nalar relistis
manusia tentu akan mengatakan jatuh ke tanah, tapi nalar spiritualitas manusia
bisa juga mengatakan terbang ke langit jika Tuhan menghendaki.
Campur Tangan Tuhan pada akibat yang dialami
manusia kukira perlu direnungkan benar. Katakanlah saja Tuhan memang turut campur
dalam akibat yang dialami manusia karena Dia adalah Tuhan. Maka dalam kasus
kaya miskinnya seseorang aku menjadi berfikir, apakah kemiskinan seseorang itu
karena ia bisa memilih sebab-sebab sehingga ia menjadi miskin ataukah hanya
karena Tuhan telah berkehendak seseorang itu menjadi miskin? Artinya,
sebab-sebab apapun yang dijalani manusia kalau Tuhan telah turut campur pada
akibat tentang kemiskinan seseorang maka ia akan tetap menjadi miskin.
Jadi menurutku, manusia yang tidak tergolong para
nabi hanya akan mendapat campur Tangan Tuhan dalam wilayah sebab-sebab, walau
kalau memang Tuhan berkehendak pun bisa pula terjadi. Sehingga dalam berdoa
kepada Tuhan-pun, manusia harus cerdas. Jangan berdoa meminta agar otak kita
jadi pintar, tapi berdoalah agar kemalasan tidak hinggap di jiwa kita. Urusan
pintar tidak pintar, kaya miskin, beruntung sial, serahkanlah sepenuhnya kepada
Allah. Toh Allah sudah sejak awal menetapkan hukum sebab akibat.
Komentar
Posting Komentar