Inthil Kekayaan

Pukul 09.00 adalah saatnya orang sibuk bekerja, namun Uwak malah nongkrong di pos kamling. “Uwak, biasanya kerja, kok malah nongkrong siang-siang begini?”, tanya seorang warga. “Saya lagi pusing! Salah ngomong saya!”, jawab uwak. “Lho, salah ngomong sama siapa, uwak?”. “Sama Tuhan..!”. “Waduh, uwak! Uwak ndak mulai edan toh?”. “Siapa yang edan, kalau edah ya ndak bisa pusing lagi! Coba kowe tanya sama orang edan, apa dia pernah ngrasa pusing? Telanjang di jalan saja ndak pusing ndak bingung kok..!”. “Lho lho lho, kok jadi marah uwak? Ndak usah marah uwak..nanti cepat tua! Memangnya uwak ngomong apa sama Tuhan?”. “Saya ngomong kalau saya jangan dibuat jadi orang kaya, tapi saya minta supaya anakku jangan dibuat susah..! Lah, yang didengar sama Tuhan cuma yang pertama...! Jual kayu malah rugi...! Kerja di tempat orang ndak dibayar!”. “Oalah uwak, banyak orang minta kaya, uwak malah minta miskin..!”. “Bukan minta miskin, tapi minta jangan dibaut kaya..!”. “Lah, apa bedanya uwak?”. “Sekarang, coba lihat warga kita yang tiap hari berdoa minta kaya..apa dikasih sama Tuhan? Nah biar dikasih saya akali, saya minta supaya anak saya yang jangan dibuat susah alias cukup duitnya. Sapa tahu dikasih sama Tuhan? Kalau anak saya kaya, kan saya bisa nunut? Eh, saya lupa! Anak saya masih SD!”.


Merasa kalau sudah salah ngomong sama Tuhan, uwak pun berdoa lagi. “Ya Tuhan, maafkan saya. Kemaren saya cuma salah gomong. Maksud saya, permintaan saya itu untuk besok kalau anak saya sudah besar. Nah sekarang tolong saya dibuat kaya, biar anak saya ndak ikut susah...! bagaimana, Tuhan? Bersedia kan? Ya, saya tunggu jawabannya besok..!”. Pagi-pagi betul uwak sudah ke pasar, menjual singkong! Karena uwak sadar benar kalau doa tanpa usaha sama saja nol, maka ia berangkat sebelum penjual singkong yang lain datang. Sampai matahari tinggi pun tak ada seorang pun yang membeli singkongnya. Sampai pasar bubar pun ndak ada yang membeli. “Bagaimana Kau ini, Tuhan? Saya minta tidak kaya, langsung kau kabulkan. Saya minta kaya, malah Kau ndak kabulkan. Apa sebenarnya mau-Mu..?”, uwak menggerutu dalam hati.

Keesokan harinya, uwak keliling kampung sambil memikul singkong dan dibagi-bagikannya kepada warga. “Uwak, kemaren hari uwak bilang minta kepada Tuhan biar kaya. Kok singkongnya malah dikasihkan tidak dijual..? Kapan uwak bisa jadi kaya?”. “Ha ha ha, kemarin ada yang minta ‘inthil’ ke saya. Lalu saya berikan tahi kambing padanya..! Eh, ternyata malah dia tertawakan saya! Yang dia maksud bukan tahi kambing, tapi makanan dari singkong!”. “Lalu apa hubungannya dengan doa uwak yang kemaren?”. “Begini dul, ternyata istilah ‘kaya’ menurut saya dengan ‘kaya’ menurut Tuhan itu beda..! Pantas saja doa saya ndak dikabulan, lha menurut Tuhan kaya itu memberi sebanyak-banyaknya bukan menumpuk sebanyak-banyaknya..! kalau tahu begitu, ndak usah berdoa juga bisa kaya..!”. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Anak Panah

Warongko anjing ning curigo, curigo manjing ning warongko

Pesonamu